Jumat, 06 Juni 2014

ANALISIS PELANGGARAN KESANTUNAN RUHUT SITOMPUL DALAM DISKUSI KABAR PETANG


Abstrak
Penelitian ini bertujuan menggambarkan pelanggaran kesantunan dari tuturan politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Dengan menggunakan analisis kesantunan Leech, penelitian ini akan memperlihatkan bukti linguistik ketidaksantunan Ruhut dalam program Kabar Petang di video youtube. Dari analisis video ini diketahui Ruhut sering melakukan pelanggaran kesantunan.  Tetapi pelanggaran ini dia lakukan karena didorong beberapa alasan. Salah satunya emosi.
Kata Kunci : Kesantunan, Ruhut Sitompul, Demokrat, Cikeas, Bu Pur

A. Pendahuluan
Sebagai masyarakat yang menganut budaya dari timur, sopan santunmenjadi bagian tak terpisahkan dari nilai kehidupan di masyarakat. Dengan sopan santun tersebut, diharapkan interaksi bisa berlangsung dengan lebih baik. Menurut Baryadi (dalam Pranowo 2005:71). Kesopanan bisa diwujudkan dengan dua cara dengan verbal maupun non verbal. Verbal dengan tuturan sedangkan non verbal diamplikasikan melalui tingkah laku terhadap orang lain. Setiap kelompok masyarakat punya aturan tersendiri dalam menilai kesopanan seseorang. Seperti yang diungkapkan Baryadi (dalam Pranowo: 2005) bahwa sopan santun merupakan seperangkat prinsip yang disepakati oleh masyarakat bahasa untuk menciptakan hubungan yang saling menghargai antara anggota masyarakat pemakai bahasa dengan anggota yang lain.
Tetapi nilai kesopanan ini semakin lama semakin memudar. Hal ini terjadi seiring dengan masuknya budaya asing yang memperkenalkan budaya barat yang jauh dari nilai kesopanan yang dianut orang-orang timur. Nilai kesopanan yang telah bergeser ini juga ikut diadopsi oleh para pejabat. Kemudian sebagai tokoh masyarakat, di televisi para pejabat ini ikut mempertontonkan ketidaksantunan mereka dalam berpendapat dan bersikap. Sebagian besar sikap dan tingkah laku ini mereka terapkan sebagai wujud loyalitas terhadap kepentingan kelompok atau dirinya sendiri. Salah satu politisi yang kerap bermasalah dan menimbulkan kontroversi adalah politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul.  Tidak jelas alasan partai Demokrat memilih dia sebagai juru bicara partai padahal Ruhut seringkali bermasalah karena ucapannya yang dinilai tidak pantas. Bahkan partainya sendiri mengaku kalau Ruhut sering melontarkan kata yang tidak sopan seperti yang dikatakan Sekretaris DPP Demokrat Farhan Effendy, "Dalam rangka sama-sama menjaga demokrasi dan menghargai demokratisasi saya kira yang dilakukan Ruhut memang kurang pas, sopan santun dalam berdemokrasi dan berbangsa tetaplah penting," (Sindonews.com, 2013).
Terakhir ucapan Ruhut yang dinilai tidak santun dipolisikan oleh pengamat politik Boni Hargens. Perdebatan antara kedua orang tersebut di program Kabar petang TvOne pada 5 Desember berbuntut panjang.  Dengan alasan penghinaan yang bernada rasis pengamat politik asal UI ini melaporkan Ruhut ke polisi. Bahkan setelah pelaporan pun hubungan mereka tak juga membaik. Bahkan Boni mengajak para pegiat pro demokrasi lainnya mengadakan deklarasi ‘Partai Demokrat sebagai partai Rasis’ dan meminta Ruhut meminta maaf (Tribunews.com, 2013).  Perdebatan berbuntut panjang ini, bermula dari kasus Sylvia Solehah atau Bu Pur yang dianggap terlibat kasus korupsi proyek Hambalang. Terdakwa kasus Hambalang, Mindo Rosalina Manulang, mengatakan bahwa keluarga SBY mengambil keuantungan juga lewat bantuan Bu Pur yang disebut Mindo sebagai kepala rumah tangga di kediaman SBY di Cikeas. Ketika disidang, Bu Pur mengakui kalau dia dekat dengan keluarga SBY, bahkan bukti SMS dengan Ani Yudhoyono juga terkuak. Dengan membeberkan bukti ini tvOne dalam program Kabar Petang menghadirkan pengamat politik, Boni Hargens dan juru bicara Demokrat, Ruhut Sitompul  untuk berdiskusi terkait Hambalang.
Pada acara tersebut, Ruhut tidak mengakui kenal dengan Bu Pur ataupun suami Bu Pur, Ruhut juga berusaha melindungi partai, khusunya SBY dari serangan. Tetapi sayangnya Ruhut melindungi pendapatnya dengan banyak menyerang presenter maupun pengamat politik tersebut yang dinilai rasis dan melanggar prinsip kesantunan. Kendati begitu, sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menyebut Ruhut sebagai orang yang tidak santun. Oleh karena itu, penelitian kali ini akan menujukkan bukti-bukti linguistik pelanggaran kesantunan yang Ruhut Sitompul lakukan dengan mengambil contoh kasus dari perdebatannya bersama pengamat politik Boni Hergens dalam wawancara segmen pertama di Kabar Petang tvOne pada 5 Desember 2013.  

B. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti objek alamiah, peneliti sebagai instrumen kunci pengambilan sample dan data (Sugiono 2009:15). Adapun langkah awal peneliti mengumpulkan fakta dan data pada satu latar alamiah berupa tuturan-tuturan yang terdapat dalam program Kabar Petang kemudian dikaitkan dengan konteksnya. Lalu peneliti memilih sample terkuat dari tuturan Presenter, Ruhut Sitompul dan Boni Hargens. Kemudian dianalisis dengan prinsip dan skala ketidaksantunan menurut Leech.  Peneliti tidak memotong kronologis diskusi tersebut dengan tujuan agar terlihat proses berkelanjutan sehingga tidak menghilangkan konteks dan atau sebab terjadinya proses tuturan tersebut.
Dari proses tersebut, penelitian akan terlihat prosesterbentuknya ketidaksantunan yang terjaditerutama pada tuturan Ruhut. Penelitian ini menghasilkan data dan bukti lingusitik berupa kata-kata lisan atau tuturan yang dipakai oleh Ruhut Sitompul yang kemudian ditranskripsi sehingga menjadi data tertulis disertai dengan konteks dan keterangan non verbal. Peneliti hadir sebagai seseorang yang mengamati dan mengumpulkan data yang berupa tuturan terutama dari Ruhut dan latar belakang munculnya tuturan tersebut. Kehadiran peneliti tidak diketahui oleh subyek dan atau informan. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penyimakan dan penulisan, yakni dengan menyimak penggunaan bahasa oleh tiga penutur dengan fokus padaRuhut Sitompul.  

C . Tolak ukur dan bentuk pelanggaran kesantunan Ruhut menurut Leech
Prinsip kesantunan Leech akan menjadi dasar ukuran kesantunan Ruhut dalam wawancara tersebut. Leech dipilih karena teori Leech dianggap mampu mempunyai kajian yang lebih lengkap dibandingkan dengan teori lain. Dalam pengaplikasian teori Leech, kata-kata Ruhut akan dikaji dari pelanggaran prinsip kesesantunan dan juga skala kesantunan sehingga terlihat bukti linguistik ketidaksantunan politisi Demokrat tersebut.
Leech melihat kesantunan dari tiga peran yaitu diri sendiri, orang lain dan orang ketiga. Dalam hal kasus ini Ruhut sebagai orang pertama, Boni dan presenter ditempatkan sebagai orang kedua sedangkan other atau orang ketiga ditujukan ke SBY.  Adapun prinsip yang menjadi tolak ukur kesantunan Ruhut adalah teori kesantunan Leech yang meliputi (Leech 1983: 131).
1. Maksim Kearifan  (Tact Maxim)
 Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan untuk orang lauin sebesar mungkin.
2. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian untuk diri sendiri sebesar mungkin
3. Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Kecamlah orang lain sedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin.
4. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
5. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)
Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan orang lain seminimal mungkin, kesepakatanan antara diri dan orang lain sebanyak mungkin.
6. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Kurangilah antipati antara diri dan orang lain, perbanyak simpati antara diri dan orang lain.
 Seperti yang terlihat ada beberapa maksim yang dilihat Leech sebagai oposisi biner, seperti maksim kearifan (Tact Maxim) dan maksim kedermawanan (Generosity Maxim), begitu juga dengan maksim pujian (Approbation Maxim) dan maksim kerendahan hati (Modesty Maxim)  Sehingga jika Ruhut melanggar maksim kearifan maka otomatis Ruhut juga melanggar maksim kedermawanan. Konteks dalam diskusi ini tidak mengikutsertakan maksim simpati karena tidak ada konteks yang merujuk pada rasa simpati.
Selain melihat bentuk pelanggaran maksim kesantunan, akan juga diperhatikan juga skala ketidaksantunan Ruhut di dalam diskusi tersebut. Menurut Leech ada 5 skala kesantunan menurut Leech (1983:123-126).
a. Skala kerugian dan keuntungan (cost benefit scale)
Kesantunan bergantung dari besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tidak tutur. Semakin merugikan diri sendiri dan semakin menguntungkan orang lain maka semakin santunlah orang tersebut.
b.  Skala pilihan (Optionality Scale)
Kesantunan bergantung dari banyaknya pilihan yang ditawarkan penutur terhadap lawan bicaranya. Semakin sering dan banyak memberikan pilihan maka semakin santunlah penutur  tersebut.
c.  Skala ketidaklangsungan (Indirectness Scale)
Semakin tidak langsung maka semakin santunkah penutur. Sebaliknya jika penutur sering menggunakan kata langsung maka semakin tidak santunlah dia.
d. Skala keotoritasan (Authority Scale)
Semakin jauh status sosial maka semakin santunlah dia, Sebaliknya jika semakin dekat status sosialnya dengan mitra tutur maka semakin penutur tidak santun.
e. Skala Jarak Sosial (Social Distance Scale)
Hampir sama dengan skala keotoritasan, semakin jauh jarak sosial maka semakin santun si penutur. Sebaliknya jika keduanya punya jarak sosial yang dekat maka semakin tidak santunlah si penutur dengan mitra tutur.
Skala ini diperjelas oleh penyebab ketidaksantunan penutur, seperti yang dikemukakan oleh Pranowo dalam Chaer (2010) antara lain :
a.  Kritik secara langsung dengan kata-kata kasar
Kata-kata kasar menentukan santun atau tidaknya si penutur. Si penutur diharapkan mampu bereaksi dengan mengganti kata-kata kasar tersebut dengan yang lebih halus.
b. Dorongan rasa emosi penutur
Sebaiknya penutur menjauhkan rasa emosi kepada lawan bicaranya sehingga bentuk ketidaksantunan bisa dihindari.
c. Protektif terhadap pendapat
Protektif terhadap pendapat dilakukan agar argumen lawan bicara tidak dipercaya oleh pihak lain. Tetapi hal ini justru menimbulkan ketidaksantunan.
d. Sengaja menuduh lawan tutur
Terkadang penutur terpancing emosinya dan menuduh lawan tutur berdasarkan kecurigaanya. Hal ini membuat si penutur tidak santun.
e. Sengaja memojokkan mitra tutur
Penutur melakukan langkah ini agar lawan tutur tidak berdaya atas perkataan penutur. Hal seperti ini dianggap tidak santun. 

D. Hasil dan pembahasan analisis tuturan Ruhut
Dalam diskusi tersebut, semula Ruhut tampak tenang menjawab, bahkan sambil bercanda Ruhut memuji dua presenter tvOne sembari menjawab ucapan salam.
1. PP (Presenter Perempuan) : Sudah hadir bersama kami di studi sudah ada Boni Hargens, pengamat politik, dan juga Bung Ruhut Sitompul, juru bicara partai Demokrat. Selamat sore Bung Ruhut.
Ruhut : Selamat sore tvOne, Anggi, Boni Hargens dan si ganteng.
Dari sini, rupanya Ruhut menginginkan ke depannya diskusi tidak terlalu serius karena Ruhut menjawab salam sambil memuji dan tersenyum. Tidak ada bukti linguistik yang memojokkan Ruhut, SBY atau partainya. Di sini Ruhut telah menerapkan prinsip kesantunan dengan memaksimalkan kerendahan hati untuk orang lain (Modesty Maxim) dan maksim pujian (Approbation Maxim), yaitu dengan menyebut si presenter dengan sebutan ganteng. Tetapi ini juga bisa juga dikritik karena dibanding Anggi dan Boni Hargens, mungkin Ruhut tidak mengenal presenter laki-laki tersebut. Sehingga dia tidak menyebut nama tetapi daripada dia menyebutnya sebagai ‘orang yang tidak dikenal’ maka dia lebih memilih mengasosiasikan presenter tersebut dengan sebutan ‘ganteng’. Selain itu jika dari skala kesantunan, Ruhut tampaknya punya jarak sosial yang dekat dengan Anggi dan Boni karena Ruhut menyebut nama bukan dengan sebutan Bapak atau Ibu melainkan Anggi dan Boni Hargens. Jika memang dekat hubungan Ruhut dengan Anggi dan Boni maka Ruhut terhadap kedua orang tersebut cenderung tidak santun.  Meskipun secara otoritas Ruhut punya status soail yang lebih tinggi tetapi Ruhut menempatkan dirinya seakan tanpa jarak sosial terhadap Boni dan Anggi.
Ruhut juga memenuhi kesantunan maksim kearifan dan kemurahan sekaligus melanggar kedua maksim tersebut secara bersamaan, seperti dilihat dari percakapan berikut,
2. PP : Bung Ruhut langsung saja, dulu kita pernah berbincang tentang Bu Pur. Kalau dulu Bang Ruhut bilang tidak kenal dengan Bu Pur, tidak sering ke Cikeas. Karena kan Bung Ruhut sudah ditunjuk sebagai juru bicara Demokrat. Sudah ada informasi belum tentang Bu Pur?
R : Kalau tanya aku, aku enggak kenal. Jadi tetap aku enggak kenal.  Kalau dia pernah punya suami punya satu leasing dengan Pak SBY, tadi kita dengar saja Julian Pasha juru bicara presiden di istana. Jadi saya juru bicara partai Demokrat yang juga ketua umum partai aku tetap enggak kenal.
Di sini Ruhut memaksimalkan keuntungan baginya dengan mengatakan tidak mengenal Bu Pur. Jika dia mengenal Bu Pur maka ada indikasi dia juga terlibat dengan kasus Hambalang. Oleh karena itu dua menjawab tidak kenal untuk meminimalisir kerugian bagi dirinya atau dalam hal ini, Ruhut melanggar maksim kemurahan dan maksim kearifan. Tetapi di lain pihak Ruhut menunjukkan kesantunannya dengan memaksimalkan kentungan untuk pihak ketiga yaitu SBY dengan menyebut ‘tadi kita dengar saja Julian Pasha juru bicara presiden di istana’ yang mengimplikasikan bahwa  Julian mengatakan SBY tidak kenal dengan Bu Pur.  Dari skala kerugian dan keuntungan tentu Ruhut mengedepankan keuntungan untuk dirinya dengan mengatakan berkali-kali dia tidak mempunyai hubungan dengan Bu Pur dan ini menyebabkan munculnya ketidaksantunan. Selain itu, tanpa ditanya apakah dia mengenal Bu Pur, Ruhut langsung menjawab tidak kenal, kelangsungan jawaban Ruhut ini tentu memicu munculnya ketidaksantunan.   
3. PL : Tapi yang dikatakan Mindo ini cukup serius, dia katakan tenyata uang hambalang kemana-mana. Selain diperebutkan oelh Nazaruddin, uang yang mengalir ke Anas Urbaningrum ternyata juga ada Bu Pur di situ, menurut Mindo, suaminya pernah jadi kepala rumah tangga Cikeas. Ini artinya Hambalang sekarang itu mulai menyerempet ke sana?
R :  Jadi saya ingin jelaskan enggak ada kepala rumah tangga di Cikeas, kepala rumah tangga itu di istana. enggak ada itu mengalir ke Cikeas. biasalah kalau orang sudah bermasalah, apalagi kalau ku lihat ya apa-apa Cikeas,  rupanya yang orang-orang  hitam-hitam itu, takut  banget ya kalau pak SBY dan partainya 2014 masih betul-betul berperan karena kita tidak main-main mencegah pemberantasan korupsi sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia. Mau memperbaiki sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia. pokoknya ketakutan, enggak apa-apa rakyat sudah cerdas, namanya orang bermasalah apa dia enggak ngomong itu, jadi saya tahu itu enggak bener semuanya.
Dalam percakapan tersebut Ruhut melanggar maksim kesepakatan dengan si presenter. Ruhut membantah dan tisak sepakat jika SBY terkait dengan Cikeas dengan bukti linguistik . “enggak ada itu mengalir ke Cikeas dan  jadi saya tahu itu gak bener semuanya”. Ruhut di sini berusaha melindungi pihak ketiga dengan memojokkan pihak yang disebutnya dengan ‘orang-orang hitam “biasalah kalau orang sudah bermasalah, apalagi kalau ku lihat ya apa-apa Cikeas,  rupanya yang orang-orang  hitam-hitam itu, takut  banget ya kalau pak SBY dan partainya 2014 masih betul-betul berperan”
4. Mungkin kebalik ini situasinya, bukannya orang orang itu yang ketakutan bisa jadi orang istana yang ketakutan karena sudah mau selesai takut dibongkar semua kasus-kasusnya Bang ?
R : Aku mau tanya lumpur lapindo itu warnanya apa, hitam kan. Sudah itu Boni Hargens kullitnya hitam kan, belum lagi yang lain-lain banyak kok. Sebentar lagi Boni Hargens akan tajam itu, pemuda Jerman itu mengkritisi silahkan tapi rakyat mencintai kami.
Ruhut mulai terpancing ketika presenter memeberikan pertanyaan yang memojokkan dan menuduh Ruhut dengan memberikan pernyataan langsung dan mengedepankan kerugian bagi pihak istana yang Ruhut harus lindungi, dengan mengatakan “Bukannya orang orang itu yang ketakutan bisa jadi orang istana yang ketakutan karena sudah mau selesai takut dibongkar semua kasus-kasusnya Bang ?”. Pelanggaran kesantunan oleh presenter pada maksim kearifan dan maksim kedermawan dengan skala pernyataan langsung ini membuat Ruhut tidak bisa mempertahankan diri. Sebagai upaya protektifnya, Ruhut malah menyerang Boni yang saat itu tidak sekalipun mengomentari Ruhut. Ruhut melakukan pelanggaran maksim pujian dan  kerendahan hati dengan mengejek dan mengasosiasikan kulit Boni sehitam lumpur Lapindo dengan bukti linguistik “Aku mau tanya lumpur lapindo itu warnanya apa, hitam kan. Sudah itu Boni Hargens kullitnya hitam kan”. Selain itu, Ruhut juga menuduh Boni akan mengkritiknya buruk, seakan-akan teraniaya Ruhut meminimalkan keuntungan sekaligus memaksimalkan keuntungan untuk dirinya “Sebentar lagi Boni Hargens akan tajam itu, pemuda Jerman itu mengkritisi silahkan tapi rakyat mencintai kami.
 5. Percakapan semakin panas kala Boni Hargens mulai merasa tersinggung dengan metafor yang dilakukan Ruhut untuk dirinya.
B :Saya ingin mengomentari Bang Ruhut juga, saya agak sedikit bingung hari ini dengan bang Ruhut ya? tadi kalimatnya tidak cerdas.
R : Kenapa bingung, kau memang tidak cerdas dari dulu kamu bingung sama aku makanya kamu ambil doktor ke Jerman biar bisa ngimbangin aku. Enggak ada gunanya lah ?
Boni membalas Ruhut dengan lebih santun dengan menggunakan kalimat yang tidak langsung. Meski demikian, Boni akhirnya mengejek Ruhut dengan mengatakan kalimat yang dikatakan Ruhut tidak cerdas. Ketidaksantunan Boni mulai muncul yaitu melanggar maksim kerendahan hati dan pujian. Dalam hal ini Boni juga melakukan kritik dengan kasar yang menyebabkan Ruhut emosi sehingga keluar kata-kata tidak santun dari Ruhut. Ruhut mempresepsikan bahwa Boni menganggap dirinya tidak cerdas langsung terpancing emosi dan balas menjelekkan Boni dengan sebutan “kau memang tidak cerdas” dengan menonjolkan keotoritasannya Ruhut kemudian menyambungnya dengan “Dari dulu kamu bingung sama aku makanya kamu ambil Doktor ke Jerman biar bisa ngimbangin aku. gak ada gunanya lah ?”  melalui kalimat langsung ini Ruhut merendahkan Boni dengan makna percuma Boni belajar ke Jerman karena masih kalah pintar dibanding Ruhut.
6. Ajang adu gengsi ini kembali berlanjut dua orang narasumber tersebut saling sahut menyahut dan menyela pembicaraan pihak yang lain.
B : Saya bingung apa maksudnya  kalau lumpur lapindo memang hitam saya setuju Bang.
R : Memangnya kau cerdas,  Jangan kau biasakan bilang orang enggak cerdas memang kau cerdas?
Boni berusaha memperjelas maksud hitamnya lumpur Lapindo yang ditunjukkan kepadanya dengan harapan anggapan dia salah. Tetapi Ruhut tidak menanggapi apa yang Boni sampaikan Ruhut yang masih sakit hati masih membalas Boni dengan ejekan kembali “Jangan kau biasakan bilang orang enggak cerdas memang kau cerdas?” Ruhut kembali melanggar prinsip kesantunan maksim kerendahan ati dan pujiam.
7.  Presenter kemudian berusaha melerai dua orang tersebut dengan mengembalikan pembicaraan kepada tujuan awalnya.
PP : Bung Ruhut maaf kita tidak bicara soal kecerdasan orang ?
R : Eh bukan, yang ngomong enggak cerdas itu kan Boni Hargens bukan Ruhut Sitompul. Anggi lu objektif. jangan karena lumpur lapindo kamu jadi tidak objektif. Enggak baik Anggi.
PP :Tidak objektif dari mana, saya kan bertanya?
P:  Yang ngomong tidak cerdas itu Boni bukan gue. Oke silahkan Anggi.
Tetapi Ruhut yang kembali merasa tersudutkan karena dianggap memicu konflik pun membalas “Eh bukan, yang ngomong enggak cerdas itu kan Boni Hargens bukan Ruhut Sitompul. Anggi lu objektif.”  Di sini ruhut menyahut dengan kata-kata ‘eh’ seperti memanggil bawahan dengan panggilan yang tidak santun dan menuduh Anggi, si presenter tidak objektif.  Presenter yang merasa Ruhut salah paham kemudian mencoba meluruskan tetapi Ruhut kembali memperjelas kalau yang memicu perdebatan bukan dia melainkan Boni Hargens dengan mengatakan dirinya mengeluakan kalimat tidak cerdas. Bahkan Ruhut pun menyindir presenter tersebut agar tidak dengan alasan kepentingan politik Abu Rizal Bakri dia menyudutkan Ruhut. Pemakaian ‘lue’dan ‘gue’ juga menujukkan ketidaksantunan Ruhut di depan para penontonnya.
8.   Meski sudah sedikit reda, rupanya Boni yang masih tersinggung ingin menunjukkan kembali sisi jelek Ruhut dengan memancing dan memojokkan Ruhut dan hasilnya Ruhut kembali panas dan memperjelas isu rasis yang diucapkan Ruhut.
B : Ternyata Bang Ruhut itu tidak cerdas, coba perhatikan kalimat abang tadi (sambil tertawa). lumpur lapindo hitam kan, boni hargen kulitnya hitamkan ' itu cuma anak enggak sekolah yang ngomong gitu.
R : Ayo lebih hitam mana? lebih hitam kau jauh?
B : kita lagi bahas hitam putih hambalang. hitam putih istana, karena kasus ini melibatkan istana
R : Enggak lah kami putih, kau ...
Boni melanggar kesantunan maksim kerendahan hati dan pujian di sini sebagai upaya pembalasan terhadap Ruhut, dia kembali menjelekkan dan mengkritik Ruhut dengan kasar sampai mengumpamakan Ruhutsebagai anak tidak lulus SD yang tidak cerdas meskipun pada kenyataanya Ruhut telah menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Bukannya menghindari topik itu, Ruhut malah memperjelas warna kulit Boni “Ayo lebih hitam mana? lebih hitam kau jauh?” rupanya analogi ini dipakai Ruhut untuk memenuhi tema hitam putih Hambalang. Bukannya memenuhi dan membahas metafora hitamnya (buruk atau jelek) Hambalang tetapi Ruhut justru mengacu hitamnya (kulit) Boni seperti lumpur Lapindo.  Setelah Boni memperjelas tema tersebut, Ruhut yang emosi justru langsung membalas dengan kalimat langsung dan kembali memojokkan Boni sebagai orang ‘hitam’ yang berada di balik Hambalang. Dalam percakapan ini ketidaksantunan dibalas dengan ketidaksantunan terutama dalam kerendahan hati dan pujian.
9. B : Bang Ruhut sebagai jubir Demokrat kepanasan saat saya belum ngomong. saya heran, kenapa ada api membara di dalam Bang Ruhut ini
R : Saya enggak panas, hati saya selembut saja kau saja yang panas. hahaha Boni-Boni
B :  Mari kita berdiskusi jangan pakai ini, tapi pakai ini
R : ayo ayo. mau pakai apa Boni
Meski keduanya terlihat emosi, tampaknya Boni masih bisa mengendalikan amarahnya dibandingkan Ruhut yang kelihatan panik meskipun belum ada pernyataan yang menyerang dari Boni terkait Hambalang. Boni pun dengan kalimat tidak langsung dan secara santun bertanya pada Ruhut sekaligus menyindirnya dengan cara yang halus. “Bang Ruhut sebagai jubir demokrat kepanasan saat saya belum ngomong. saya heran, kenapa ada api membara di dalam Bang Ruhut ini” . Ruhut menyanggah ucapan Boni meskipun Ruhut sedari tadi sudah berteriak dan memaki Boni, Ruhut tidak memenuhi prinsip kesantunan kesepakatan dengan Boni, bahkan dia menuduh Boni yang emosi. “Saya enggak panas, hati saya selembut saja kau saja yang panas,” bahkan untuk menunjukkan kesalahan Boni, Ruhut kemudian mengejek Boni dengan tertawa “hahaha Boni-Boni”. Boni mengingatkan Ruhut untuk lebih pintar dalam menanggapi pertanyaan. “Mari kita berdiskusi jangan pakai ini, tapi pakai ini”. Ruhut yang tidak senang diajar oleh Boni menantang balik. “ayo ayo. mau pakai apa Boni.”
10.Tetapi bukannya meredam, justru Boni malah menujukkan kesalah Ruhut yang membuat Ruhut semakin panik.
 B : pertanyaanya adalah ini Bu Pur memang terima dana itu, lalu pertanyaan dari Anggi dan kawan presenter ini apakah ini indikasi bahwa ada keterkaitan istana dengan hambalang. Saya belum ditanya hal itu Anda sudah panas. Jangan-jangan benar Anda bagian dari Bu Pur.
Ruhut ingin segera memotong penjelasan Boni yang secara etika tidak sopan, apalagi dengan menyahut “eh,eh”. R : Jadi gini gini. eh eh Anda itu eh eh . Di lain pihak Boni terus menyuarakan pendapatnya dan tidak terbendung. Namun baru juga beberapa kalimat, Ruhut yang tidak sependapat langsung ingin memotong. Tidak seperti yang sebelumnya, kali ini Ruhut gagal memotong. Sampai dia mengeluh dan merasa dirugikan “Gak aku dikasih ngomong enggak? jangan Boni saja yang dikasih ceramah?  Sebab kesal dengan presenter yang tidak menengahi dan membiarkan Boni terus bicara, Ruhut kemudian mengejek tvOne sebagai bentuk amarahnya kepada presenter “Berita 1 lebih cerdas dari tvOne. aku nanti dengan ahli hukum bukan dengan orang-orang politik begini. Lagi-lagi ketidaksantunan terjadi, sebaliknya Boni tak mau kalah ingin ikut memotong sehingga Ruhut langsung menyahut untuk mendapat perhatian. “Eh eh masalah ini. eh eh  masalah hukum bukan masalah politik, jadi perkataan Boni jangan kau dengarlah ini jangan kau politisir.” Bahkan untuk memperkuat proteksinya terhadap SBY, Ruhut meminta agar pemirsa dan presenter tidak mendengarkan perkataan Boni yang dinilai Ruhut tidak paptu didengar. Sama seperti sebelumnya, Ruhut kembali memojokkan Boni melalui pelanggaran kesantunan dengan memberikan kerugian dan mengancam muka Boni.
11. Setelah Boni, Ruhut yang membaca kekalahannya langsung memproteksi dirinya dengan mencari-cari kesalahan tvOne yang dianggap salah memilih narasumber. Padahal sebagai juru bicara dia harusnya bisa lebih bijak menaggapi pernyataan dari pengamat manapun. Tetapi untuk mencegah dirinya dipojokkan terlebih dulu maka dia memilih memojokkan dan menjelekkan orang lain yang mengancam kesantunan pujian dan kerendahan hati.
R : Hukum sama hukum dong jangan si Boni. Kasih pengamat orang hukum jangan orang politik. Jangan si Boni, ngapain orang politik kalian dikasih. lihat nanti jam 6 aku akan berhadapan dengan orang hukum.”Di sini Ruhut menilai pengamat hukum lebih relevan padahal dia sedang mencari alasan untuk bisa terus mengalihkan esensi topik sebenarnya dengan cara berbuat tidak santun dan merugikan dirinya tetapi menguntungakn bagi partai.
12.  Kemudian Boni mengambil alih pertanyaan presenter karena dua presenter tersebut sudah dipojokkan dan tidak bisa memberikan pertanyaan lagi karena mereka sibuk mempetahankan diri atas tuduhan-tuduhan Ruhut. Boni bertanya mengenai hubungan dia dengan Ruhut jawaban Ruhut “Aku gak tahu siapa dia, aku orang dekat istana tapi gak pernah lihat dia di  cikeas. hayo.  apa saya musti bilang demi tuhan Yesus. saya tidak kenal dia hah? saya tidak kenal dia.”  Sebagai upaya proteksi, Ruhut kembali menegaskan tidak mengenal Bu Pur, Penyangkalan Ruhut ini bukan untuk melindungi drinya sendiri tetapi memberikan keuntungan sebesar-besarnya untuk SBY.  Di sini Ruhut menantang Boni untuk membuktikannya karena Ruhut telah bersumpah atas nama tuhan sehingga Ruhut memastikan ujarannya benar “ayo!  apa saya musti bilang demi tuhan yesus. saya tidak kenal dia hah? . Boni yang telah membaca gelagar Ruhut sejak awal mengatakan “Ya  sudah itu kan tesis Anda kita tidak menghakimi Anda di sini jadi enggak usah panas.” Boni sudah bisa menyimpulkan kalau Ruhut sejak awal merasa terancam bukan hanya pada pernyataan Boni tetapi pada pertanyaan si presenter. Di lain pihak Boni pun mampu membongkar, memanfaatkan dan mempertontonkan kepanikan, emosi dan ketidaksantunan yang merugikan  Ruhut pada akhirnya.
Presenter pria langsung memotong untuk menutup segmen pertama diskusi di program Kabar Petang tvOne. Penelitian ini hanya mengambil lingkup dari satu segmen diskusi tersebut, bukti ketidaksantunan Ruhut bisa dilihat lebih kanjut di segmen selanjutnya. Meski begitu di segmen ini sudah bisa memaparkan contoh dan bukti lingusitik ketidaksantunan yang diucapkan Ruhut sebagai juru bicara Partai Demokrat.

E. Kesimpulan
Dari ulasan panjang tersebut bisa diketahui kalau Ruhut Sitompul paling banyak melanggar prinsip kesantunan dibanding dua orang lainnya yakni presenter dan Boni Hargens. Prinsip yang paling banyak dilanggar adalah prinsip kerendahan hati dan pujian. Ini dibuktikan dengan seringnya ruhut menyebut orang Boni dengan sebutan tidak cerdas, berkulit hitam dan implikatur lainnya yang bersifat mengecam, menjelekkan dan mengancam muka lawan bicaranya. Seperti “Memangnya kau cerdas,  Jangan kau biasakan bilang orang enggak cerdas memang kau cerdas? “ atau “Berita 1 lebih cerdas dari tvOne”.
Selain itu, ketidaksantunan Ruhut juga ditunjukkan dengan banyaknya dia memakai kalimat langsung kepada lawan bicara, menyela, menyahut dan berteriak kepada lawan bicaranya. Selain kesantunan, Ruhut juga melanggar etika komunikasi dalam diskusi tersebut. Sebagai anggota DPR dan ahli hukum, Ruhut juga terlihat beberapa kali mengangungkap otoritas dan kecerdasannya yang dianggap lebih baik dari Boni Hargens. “Dari dulu kamu bingung sama aku makanya kamu ambil Doktor ke Jerman biar bisa ngimbangin aku. Enggak ada gunanya lah ?”  dan “Berita 1 lebih cerdas dari tvOne. aku nanti dengan ahli hukum bukan dengan orang-orang politik begini.”.
Jika dilihat dari gestur, dalam perbincangan Ruhut kerap kali memotong, menyahut dan memanggil lawan bicaranya dengan sebutan ‘eh’ atau ‘elu’ saat dirinya tdak diberi kesempatan berbicara atau merasa perlu memotong pembicaraan lawan tuturnya. Begitu pun saat Ruhut menyapa presenter dengan sebutan ‘elu’ saat itu Ruhut merasa diperlakukan tidak adil. Tentunya jika hubungan Ruhut dan lainnya dekat, sapaan seperti ini tidak salah. Tetapi jika di hadapan masyarakat Ruhut melakukan hal seperti ini tentu memberikan contoh yang buruk. Ruhut juga beberapa kali menggunakan kata ‘ayo’ untuk menantang keinginnan Boni. Perkataan ini kerap diucapkan seseorang ketika hendak bertengkar dan menunjukkan keberaniannya.
Perlu dicermati juga mengapa Ruhut mengeluarkan lebih banyak bukti lingusitik ketidaksantunan dibanding yang lain. Dari teori sebelumnya disebutkan, ketidaksantunan terjadi karena Ruhut didorong oleh banyak faktor. Pertama, Ruhut berkepentingan untuk memproteksi atasannya SBY dari tuduhan korupsi Hambalang. Selain itu, tuturan Boni dan presenter yang mengkritik dengan kasar, memojokkan dan menuduh SBY ikut terlibat membuat emosi Ruhut meluap sehingga tak ayal Ruhut tak bisa mengendalikan diri sehingga balik menyerang dengan perkataan yang tidak santun. Contohnya seperti perkataan presenter “…Bukannya orang orang itu yang ketakutan bisa jadi orang istana yang ketakutan karena sudah mau selesai takut dibongkar semua kasus-kasusnya Bang ? (menuduh) atau perkataan Boni Hargens “Ternyata Bang Ruhut itu tidak cerdas, coba perhatikan kalimat abang tadi (sambil tertawa). lumpur lapindo hitam kan, boni hargen kulitnya hitamkan ' itu cuma anak gak sekolah yang ngomong gitu.” (mengkritik dengan kasar).
Jika dilihat hubungan Ruhut, Presenter dan Boni Harges, ketiganya sering menggunakan kata sapaan akrab seperti menyapa Ruhut dengan sebutan ‘Bang’. Ruhut memanggil presenter dan Boni dengan nama menjadi penanda mereka sudah saling mengenal dan dekat. Bahkan tak canggung, ketika diskusi mulai mencapai klimaksnya, Ruhut yang menilai presenter tvOne tidak objektif, langsung memanggil presenter tvOne dengan memanggilnya dengan sebutan ‘lu’. Dia juga memanggil dirinya dengan sebuta ‘gue’ . dari kata sapaan dan panggilan tersebut bisa diketahui jarak sosial mereka dekat, Ruhut sudah menunjukkan kedekatannya ini dari awal dengan menyapa ramah ke presenter dan narasumber. Tetapi di tengah diskusi Ruhut tetap mendudukan posisinya di atas yang lain, ini ditunjukkkan dengan banyaknya pernyataan penegasan seperti “saya juru bicara Demokrat” atau “percuma kamu ngimbangin saya”  kepada presenter dan Boni Hargens.
Sehingga bisa disimpulkan, Ruhut tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya terhadap banyaknya ketidaksantunan pada dirinya. Sebab banyak faktor yang mendorong dirinya berbuat seperti itu. Tetapi sebagai pejabat publik, Ruhut tentu dituntut lebih arif dalam menyikapi tuduhan, kitik dan pendapat yang disampaikan orang lain kepadanya. Jika dia punya strategi komunikasi yang baik, dia bisa saja tidak terpancing tetapi menggunakan pendapat defensif dengan tidak menyerang orang lain dan mempertontonkan ketidaksantunannya. Hasil kurangnya pengendalian dua narasumber berikut pertanyaan kurang santun dalam program Kabar Petang tersebut memberikan kebingungan dan pengaruh buruk bagi masyarakat. Sebab mudah dan lazimnya seseorang mengejek, menuduh dan mengkritik tajam dengan kalimat langsung, parahnya itu dicontohkan pejabat pemerintah.

Referensi
Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London and Newyork : Longman
Baryadi, Praptomo. 2005.Teori Sopan Santun Berbahasadalam Pranowo, dkk.(Eds.). Bahasa, Sastra, danPengajarannya. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: RinekaCipta


Felisiani, Therisia. 6 Desember

Zahra, Laela. 9 Desember


Kabar Petang ; 5 Desember

Ruhut Sitompul

Transkrip debat Ruhut dan Boni Hargens. Ruhut diwawancara di tempat yang berbeda dengan Boni. Ruht menjawab pertanyaan dari Gedung MPR/DPR sedangkan Boni berada di studio tvOne bersama presenter.
Presenter Perempuan : PP
Presenter Laki-laki : PL
Ruhut : R
Boni : B
Proyek Hambalang jadi rebutan banyak pihak, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disebut memiliki kedekatan dengan Bu Pur, salah satu kubu yang disebut ikut berebut dalam proyek Hambalang. Apakah benar Bu Pur memiliki kedekatan dengan Cikeas ? Lalu bagaiman jejak Cikeas dalam mega proyek yang menjadi bajakan banyak pihak tersebut. Sudah hadir bersama kami di studi sudah ada Boni Hargens, pengamat politik, dan juga Bung Ruhut Sitompul, juru bicara partai Demokrat. Selamat sore Bung Ruhut.
R : Selamat sore tvOne, Anggi, Boni Hargens dan si ganteng.
PP : Bung Ruhut langsung saja, dulu kita pernah berbincang tentang Bu Pur. Kalau dulu Bang Ruhut bilang tidak kenal dengan Bu Pur, tidak sering ke Cikeas. Karena kan Bung Ruhut sudah ditunjuk sebagai juru bicara Demokrat. Sudah ada Informasi belum tentang Bu Pur?
R : Kalau tanya aku, aku enggak kenal. Jadi tetap aku enggak kenal.  Kalau dia punya suami punya stau leasing dengan Pak SBY, tadi kita dengar saja Julian Pasha juru bicara presiden di istana. Jadi saya juru bicara partai Demokrat yang juga ketua umum partai, aku tetap enggak kenal.
PL : Tapi yang dikatakan Mindo ini cukup serius, dia katakan tenyata uang Hambalang kemana-mana. Selain diperebutkan oleh Nazaruddin, uang yang mengalir ke Anas Urbaningrum ternyata juga ada Bu Pur di situ, menurut Mindo, suaminya pernah jadi kepala rumah tangga Cikeas. Ini artinya Hambalang sekarang itu mulai menyerempet ke sana?
R :  Jadi saya ingin jelaskan enggak ada kepala rumah tangga di Cikeas, kepaa rumah tangga itu di istana. enggak ada itu mengalir ke Cikeas. biasalah kalau orang sudah bermasalah, apalagi kalau ku lihat ya apa-apa Cikeas,  rupanya yang orang-orang  hitam-hitam itu, takut  banget ya kalau pak SBY dan partainya 2014 masih betul-betul berperan karena kita tidak main-main mencegah pemberantasan korupsi sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia. Mau memperbaiki sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia. pokoknya ketakutan, enggak apa-apa rakyat sudah cerdas, namanya orang bermasalah apa dia enggak ngomong itu, jadi saya tahu itu enggak bener semuanya.
PP : Bang mungkin kebalik ini situasinya, bukannya orang orang itu yang ketakutan bisa jadi orang istana yang ketakuan karena sudah mau selesai takut dibongkar semua kasus-kasusnya Bang ?
R : Aku mau tanya lumpur lapindo itu warnanya apa, hitam kan. udah itu Boni Hargens kullitanya hitan kan, belum lagi yang lain-lain banyak kok. Sebnatar lagi Boni Hargens akan Jtajam itu, pemuda jerman itu mengkritisi silahkan tapi rakyat mencintai kami.
B : Saya ingin mengomentari Bang Ruhut juga, saya agak sedikit bingung hari ini dengan bang Ruhut ya? tadi kalimatnya tidak cerdas.
R : Kenapa bingung, kau memnag tidak cerdas dari dulu kamu bingung sama aku makanya kamu ambil doktor ke Jerman biar bisa ngimbangin aku. Enggak ada gunanya lah ?
B : Saya bingung apa maksudnya  kalau lumpur lapindo memang hitam saya setuju Bang.
R : Memangnya kau cerdas,  Jangan kau biasakan bilang orang enggak cerdas memang kau cerdas?
PP : Bung Ruhut maaf kita tidak bicara soal kecerdasan orang ?
R : Eh bukan, yang ngng enggak cerdas itu kan bon hargen bukan ruhutsitompul. anggi lu objektif. jangan karena lumpur lapindo kamu jadi tidak objektif. gak baik anggi.
PP : Tidak objektif dari mana, saya kan bertanya?

P: Yang ngomong tidak cerdas itu Boni bukan gue. Oke silahkan Anggi
B : ternyata Bang Ruhut itu tidak cerdas, coba perhatikan kalimat Abang tadi (sambil tertawa). lumpur lapindo hitam kan, Boni Hargen kulitnya hitamkan ' itu cuma anak enggak sekolah yang ngomong gitu.
R: Ayo lebih hitam mana? lebih hitam kau jauh?
B : Kita lagi bahas hitam putih hambalang. hitam putih istana, karena kasus ini melibatkan istana
R : Enggak lah kami putih, kau ...
B : Bang Ruhut sebgaia jubir Demokrat kepanasan saat saya belum ngomong. saya heran, kenapa ada api membara di dalm Bang Ruhut ini
R : Saya Enggak panas, hati saya selembut saja kau saja yang panas. hahaha Boni-Boni
B :  Mari kita berdiskusi jangan pakai ini, tapi pakai ini
R : Ayo ayo. mau pakai apa Boni
B : Pertanyaanya adalah ini Bu Pur memang terima dana itu, alalu pertanyaan dari Anggi dan kawan presenter ini apakha ini indikasi bahwa ada keterkiatan istana dengan Hambalang. saya belum ditanya hal itu Anda sudah panas. Jangan-jangan benar Anda bagian dari Bu Pur.
R : Jadi gini gini. eh eh Anda itu eh eh
B : Satu Bu Pur bisa saja main sendiri siapaun bisa mengklaim bisa mengenal SBY dengan baik ketika Anda merampok  bisa mengatasnamakan nama presiden, untuk kepentingan Anda sendiri dan itu bisa terjadi pada Pur. Yang kedua memang orang ini menjadi bagia  sistem korupsi ada peran tertentu yang harus dia jalankan. Dalam dua kasus dia terbukti memang. Kemudian pertanyaanya adalah mungkin enggak dia bekerja sendiri dalam dua  kasus sudah terbukti jangan-jangan mungkin dia bagian dari sistem.  Sehingga Anda bisa menjawab dimana letak kepastian istana tidak terkait ,jika tesis saya benar.
R : Enggak aku dikasih ngomong gak? jangan Boni saja yang dikasi ceramah?  aku td diberita satu, berita 1 lebih cerdas dari tvOne. aku nanti dengan ahli hukum bukan dengan orang-orang politik begini. eh eh maslaha ini. eh eh  maalah hukum bukanmasalah politik, jadi perkataan Boni jangan kau dengarlah ini jangan kau politisir.
PL : tidak dipolitisir Bang Ruhut, justru kami mengundang Bang Ruhut, enggak kami jelaskan dulu Bang Ruhut. karena Bang Ruhut ditunjuk sebagai juru bicara demokrat. kita mau mintai komentar soal Bu Pur Bang Ruhut.
R : Hukum sama hukum dong jangan si Boni. kasih penganmat orang hukum jangan orang politik. jangan si Boni. Nagapain orang politik kalian kasih. Lihat nanti jam 6 aku akan berhadapan dengan orang hukum
PP : Bang ruhut maaf saya potong petang harui ini kita mau berdsikusi ini terkait dengan politik banyak digunakan juga untuk berpolitik. makanya kita undang Bang Ruhut untuk berdiskusi.nanti kita lanjutkan lagi soal Bu Pur ini,
R : Wah jadi kita bukan bicara hukum.  Ayo ayo. tapi jangan. ini masalah hukum kita bicara masalah hukum 
B: Memang Bu Pur  yang meurut Anda tahu kayak gimana bang ruhut?
R : Aku enggak tahu siapa dia, aku orang dekat istana tapi enggak pernah lihat dia di Cikeas. ayo.  apa saya musti bilang demi tuhan Yesus. saya tidak kenal dia hah? saya tidak kenal dia.
B : Ya bagus kalo anda tidak mengenal berarti Anda mau bilang Bu Pur tidak bekerja untuk istana kan.
R : Ya meamg betul tidak.
B : Ya  sudah itu kan tesis anda kita tidak menghakimi Anda di sini jadi enggak usah panas.
PP : kita lanjutlan lagi nanti
R : Ya sudha kalo gitu bagus. terima kasih terima kasih sahabatku