Selasa, 28 Mei 2013

3 Bukti sifat adaptif suku di Indonesia hilang

Sifat adaptif manusia  muncul sebagai reaksi manusia terhadap lingkungannya. Sifat adaptif juga merupakan implementasi dari strategi manusia untuk hidup dalam rangka memenuhi kebutuhan dan bertahan untuk hidup. Namun tahukah Anda, bahwa masuknya teknologi baru yang diciptakan manusia menyadi penyebab bergesernya strategi hidup. Strategi hidup yang baru menghilangkan strategi hidup lama manusia,seperti teknologi baru yang mematikan sifat adaptif yang muncul sebelumnya. Ada tiga contoh sifat adaptif suku di Indonesia hilang yang menyebabkan satu unsur kebudayaan juga hilang, berikut daftarnya,

1. Suku Dayak

Berpindah dan berladang adalah salah satu ciri suku Dayak dalam mempertahankan dan memnuhi kebutuhan hidupnya. Setiap suku dayak mulai berladang mereka akan menebang kemudian membakar satu lahan hutan. Lalu mereka tanami dengan tumbuh-tumbuhan, tanpa pupuk dan hanya mengandalkan unsur hara dari pembakaran tanaman yang ditanam suku dayang tumbuh subur. Selama musim berladang, banyak orang Kalimantan sampai Singapura protes akibat asap yang mereka timbulkan, Tapi itulah cara mereka hidup.

Setalah masa panen berakhir, mereka akan berpindah dan berputar ke hutan sebelumnya. Di hutan selanjutnya mereka melakukan hal yang sama. Berputar dari hutan ke hutan yang lain, tapi yang patut dicermati lahan yang ditinggalkan suku Dayak akan tumbuh pepohonan dan hutan lagi, mereka tidak memanfaatkan dan membakar hutan secara semena-mena tapi mereka berhitung dan berputar, Mereka tahun kapan hutan itu akan tumbuh lagi dan bisa dimanfatkan lagi. Naas, para birokrat dari Kementerian kehutanan tidak mengerti hal itu kemudian memotong jalur perputaran pemanfaatan hutan suku Dayak,. Dengan program reboisasi dan sebagainya yang semestinya menurut aturan suku Dayak bisa dihitung dengan cermat. Akhirnya, mobilisasi suku dayak terhambat, mereka tidak lagi bisa cermat memperhitungkan kapan hutan tumbuh dan kapan hutan bisa dimanfaatkan. Hasilnya demi mempertahankan hidupnya, kebanyakan suku Dayak turun gunung mencari strategi hidup yang lain, seperti ikut dalam mata pencharian orang desa. Hasilnya tentu saja bisa ditebak, bergesernya strategi hidup ini membuat banyak orang Dayak tidak bisa menghitung dan memanfaatkan hutan secara cermat dan baik. Orang dayak tidak lagi akrab dengan hutan.

2.  Kesunanan Surakarta

Tidak ada pernah ragu akan ampuhnya teknologi tradisional seperti yang dibuat Kesunanan Surakarta yang berada di Pasuruan. Tanpa teknologi tinggi mereka mampu membangun jembatan bambu yang terbilang rumit namun bisa bertahan bertahun-tahun lamanya sampai akhirnya di tahun 1910 jembatan bambu itu roboh. Lucunya, masyarakat Pasuruan di sana tidak lagi mengenal cara membuat jembatan bambu tersebut akhirnya mereka memutuskan untuk memanggil dinas PU setempat untuk membantu mereka memperbaiki jembatan ini.


3. Sistem waduk, kolam dan serapan air zaman Majapahit

Diterjang banjir terus menerus membuat Jakarta harus sadar dan kembali pada teknologi zaman Majapahit. di tengah teknologi serba terbatas, Majapahit justru tak pernah kebanjiran. Apa rahasianya ? mereka membangun satu kolam besar (Kolam Sagaran) yang digunakan untuk menampung air saat hujan sekaligus sebagai sarana pemandian umum. Selain itu pola aliran sungai juga ditata dengan apik, mereka membuat berbagai cabang sungai sehingga air yang begitu melimpah tidak berkumpul di satu titik sehingga menyebabkan banjir. Bukan hanya banjir, mereka juga tidak pernah mengalami kekeringan karena air yang melimpah saat musim hujan bisa ditampung dan dimanfaatkan.












8 komentar:

  1. Informasi yang menarik... apalagi informasi2 itu baru aku ketahui.
    BTW... aku sampai blog ini setelah baca tulisan di ireporters Merdeka.com.
    Kalau boleh tahu, apakah tulisan yg dimuat di ireporters Merdeka.com itu dibayar?
    Bagaimana cara mendaftar sbg ireporters?
    Terimakasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halooo Reni...

      Makasi udah kunjungi blog-ku. Untuk yang di I-reporter itu gak dibayar cuma share berita dan informasi yang kamu ketahui. Feedbackny blog bisa naik traffic-nya.

      Untuk menjadi bagian I-reporter kamu haruslah seorang blogger. Jadi klo udah ada blog tinggal ikutin petunjuk aja di web Ireporter, sign up dan yg terpenting masukin reciprocal merdeka. Jadi deh.

      Hapus
  2. saya mengkritik yang mengatakan sifat adaptif suku dayak hilang..
    saya berasal dari suku asli dayak bukit diloksado.. dan disana masih memegang irat nilai tradisi leluhur dan juga menjaga alam dengan baik.. persoalan yg anda katakan kultur kebudayaan suku dayak sudah hilang saya katakan dengan tegas itu tidak benar dan untuk masalah kerusakan alam itu sebabkan para pendatang yang cuman bisa mengambil keuntungan tetapi tidak bisa memperbaikinya..

    dan saya menyarankan revisi artikel anda yang mengatakan suku dayak sudah hilang nilai adaptifnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas masukannya,

      Kekurangan tulisan ini adalah tidak ada wawancara langsung atau penelitian lapangan melainkan bersumber dari data skeunder , yaitu modal bahan kuliah saya beberapa waktu lalu.

      Hapus
  3. silahkan anda liat fakta dilapangan secara langsung.. bukan berdasarkan hanya penelitian sebatas teori belaka

    BalasHapus
  4. cukup menarik...tapi memang perlu kita akui bahwa kita adalah bangsa yang besar...bahkan nenek moyang kita telah mengenal tekhnologi yang lebih canggih dari apa yang kita dapat sekarang...sudah waktunya kita bangkit...percaya atau tidak...mengakui atau tidak....sistem yang di gunakan bangsa kita sekarang adalah sistem peninggalan jaman penjajahan...

    BalasHapus
  5. terimakasih informasinya. . .
    kunjungi juga ya. .
    teater26desember.blogspot.com

    BalasHapus
  6. Saya tertarik sekali dengan poin nomor 2. Kesunanan Surakarta (Jembatan Bambu) dan nomor 3. Sistem waduk, kolam dan serapan air zaman Majapahit.

    BalasHapus