Senin, 22 Februari 2016

Sejarah Diplomasi Jepang

Diplomasi adalah hubungan politik luar negeri antar dua negara yang berdaulat dan merdeka untuk kepentingan negaranya masing-masing dan sebagai bentuk pengejahwantahan politik dalam negerinya. Unsur-unsur yang dipertahankan dalam berdiplomasi adalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan militer. Unsur-unsur tersebut penting karena unsur tersebut juga merupakan komponen dalam suatu negara selain IT dan penduduk. Jika dikaitkan dengan diplomasi yang dilakukan Jepang tentunya berbeda-beda setiap zamannya tergantung dari sistem politik negeri yang diterapkannya. Misalnya pada tahun 1632 Jepang memberlakukan diplomasi tertutup (Sakoku) kemudian pada tahun 1868-1945 Jepang menerapkan sistem politik luar negeri yang berbasis militer hingga kemudian memutar haluan sistem politiknya ke bidang budaya, sosial dan ekonomi.   




Sejak restorasi Meiji, terjadi kekhawatiran pada kolonialisme yang mungkin saja menimpa bangsa mereka. Dilatarbelakangi hal tersebut Jepang berpikir bahwa jika mereka tidak ingin dijajah dan ingin setara dengan bangsa barat, mereka harus mampu menyaingi teknologi dan ilmu pengetahuan dengan cara mengirim pemuda pemudi Jepang belajar ke luar negeri untuk menimba ilmu. Tak hanya itu pembaharuan di bidang pemerintahan dengan menempatkan pemuda-pemuda terpelajar di posisi penting pemerintahan membuat negara mampu membuat kebijakan-kebijakan nasional yang baik Setelah dilakukan pembaharuan terutama di bidang pendidikan dan pemerintahan, membuat Jepang kaya akan produk yang baik tetapi barang-barang tersebut dilarang pemasarannya oleh Barat sehingga mengakibatkan Jepang sakit hati. Kemudian Jepang memutuskan untuk menempuh cara militer seperti yang dilakukan Barat.    


Indikator dari keberhasilan Jepang adalah kemandirian, selektif  memilih tenaga kerja asing, menggunakan teknologi Barat secara efektif, memegang inisiatif dan kepemimpinan pada satu tangan dan berkonsentrasi pada industri kecil yang dijalankan pribumi. Dari indikator-indikator tersebut pasti kita tahu mengapa kita masih tidak bisa maju seperti Jepang. Faktor pertama adalah kemandirian, tentu saja ini sangat sulit untuk dijalankan oleh warga negara Indonesia apalagi pemerintahannya. Meminta merupakan hal yang paling sering dilakukan warga Indonesia yang juga diikuti oleh manusianya. Sebut saja lanjutnya mengenai campur tangan asing terhadap berbagai kebijakan di Indonesia. Di Indonesia campur tangan asing yang tidak terkendali dan tidak dikontrol tak hanya memengaruhi perekonomian Indonesiatetapi juga kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Pengkonsentrasian pada usaha kecil pribumi pun sulit dilakukan, pemerintahan cenderung mementingan investasi luar negeri yang angka nominalnya tak terbatas dibandingkan investasi-investasi kecil pribumi yang merupakan dasar kesejahteraan masyarakat. Kalau sudah begini pemerintahan sulit dipercaya rakyat. Jika kita mau bersama memulai reformasi pemerintahan dan kehidupan yang sebenarnya maka tak perlu melihat negara lain sebagai acuan, landasan-landasan hukum serta norma-norma yang sudah tertanam sejak dulu, sudah cukup untuk membimbing negara ini menjadi lebih baik. 

Hubungan Jepang-Korea dalam Sebilah Pedang Bermata 7

Pedang bermata tujuh atau yang dalam bahasa Korea disebut dengan Chiljido dan dalam bahasa Jepang disebut Sichishito adalah pedang yang dibuat oleh generasi keempat Kerajaan Baekjae atau Raja Keunchogo pada tahun 369. Pedang yang terdiri dari 6 cabang mata pedang dan satu mata pedang utama ini, konon diberikan kepada Raja Wa di Jepang.Yang lain mengatakan pedang ini sebenarnya dibuat oleh kerjaan Jin, China kepada Kerajaan Baekjae karena ketaatannya membayar pajak, baru kemudian Raja Keunchogo menduplikat pedang ini dan memberikannya kepada Raja Wa. 

Pedang Chiljido


Kemudian banyak yang berpendapat pedang dengan panjang 75 cm tersebut mempunyai pesan khusus antara kerajaan Jepang dan Korea. Namun pesan tersebut banyak ditafsirkan berbagai pihak, seperti menyatakan ketundukan kerajaan Baekjae ataupun sebagai hadiah.
Pesan di Pedang Chiljido



Bukan hanya soal pesan yang terkesan misterius sampai memicu kontroversi, pedang besi ini juga keberadaannya dirahasiakan. Disebut-sebut pedang ini berada di Kuil Isonokami, Prefektur Nara, Jepang dan tidak ditunjukkan kepada publik. Oleh karena itu, pihak Korea ini tengah mengambil kembali aset sejarah mereka yang dianggap telah dimiliki Jepang.


Minggu, 21 Februari 2016

Cerita dari Bandung Part 1

Sudah beberapa tahun gw gak ke Bandung. Gw pun bukan orang Bandung yang setiap minggu biasanya balik. Kunjungan ke Bandung kali ini terkait seminar internsional linguistik di Universitas Padjajaran di Dipatiukur yang berada di bawah pepohonan rimbun, sejuk rasanya.

Saya tiba malam hari di Diaptiukur tanpa memesan hotel terlebih dahulu. Berniat menginap di sekitar kampus, tapi ternyata harga hotel lumayan gak bersahabat mulai dari 300 ribu per malam. Di tengah keputusasaan saya mengeluh dan bercerita ke seorang ibu kaki lima. Keberuntungan menghampiri, dengan baik hati ibu tersebut merekomendasikan sewa kos yang letaknya masuk ke dalam gang-gang tak jauh dari tempat seminar gue. Dengan harga Rp 90 ribu per malam.

Esok paginya seminar dimulai, di Dipatiukur jangan takut kelaparan karena jajanan menjuntai sepanjang jalan ayam bakar, mie ayam, bakso dan lain-lain, maklum markas anak kampus. Saya mengikuti setengah dari seminar tersebut, kenapa? Padahal sudah jauh-jauh dan mahal. Karna narsumnya menurut saya kurang kompeten beberapa orang dan membosankan. Jadilah saya yang bertemu dengan junior mendadak, cabut dari ruang seminar dan menjelajahi  Kota Bandung. Jangan ditiru ya.

Jalan Baraga

Dimulai dari Jalan Baraga atau Kota Tuanya Bandung. Saya sudah lupa sebenarnya Braga itu seperti apa banyak yang bilang makin cantik gara-gara Ridwan Kamil kalau sudah malam rata-rata di Braga sepi terkait aturan dari walikota. Sepanjang Braga teman saya bercerita kalau beberapa toko tua tutup karena bangkrut tetapi juga banyak yang bertahan kayak toko es krim citarasa kolonial-Sumber Hidangan. Beda dengan toko ice cream lain yang menunya udah green tea-an di sini mah ice creamnya bener-bener masih original gak ada rasa macem-macem tapi rasanya tetap enak seolah memgembalikan kita pada sesuatu yang sederhana namun tetap terasa nikmat. Yang bagusnya juga arsitekturnya dipertahankan sedemikian rupa.



Toko Ice Cream Sumber Hidangan

Di sepanjang Braga juga banyak para seniman jalanan yang menjajakan dagangannya. Mulai dari seni lukis, sketsa dan lain-lain. Di sepanjang Braga ini juga nyempil beberapa motel yang dalam kasat mata ini hotel kayak hotel esek-esek gitu. Ups! Yang tampak kentara juga bangunan tua Antara, teman jurnalis saya pernah mengatakan bahwa enggak ada yang mau berlama-lama di gedung ini kalau malam karena suka ada penampakan hahahah.... Yang lainnya juga ada beberapa hotel peninggalan Belanda kayak Savoy Homann Hotel sampai akhirnya nyampe ke Gedung Merdeka atau Gedung Asia Afrika.





Kota Tua Bandung
Karena masih euforia Asia Afrika jadi masih banyak ornamen dan pernak pernik tokoh-tokoh Asia Afrika berikut bendera-benderanya. Jadi enggak mau nyia-nyiain kesempatan dong buat ngelakuin selfi. Jalan terus kita akan ketemu Masjid Agung Bandung yang di bagian depannya sudah terhampar lapangan hijau mirip karpet yaitu Alun-alun Bandung. Meski panas menyengat  warga Bandung antusias lari-larian di alun-alun, apalagi masuk ke alun-alun musti lepas sepatu jadi aman deh anak-anak guling-gulingan.


Masjid Raya Bandung

Alun-alun Bandung


Satu yang saya sadari, memang Ridwan Kamil sudah sukses menyulap wajah Bandung menjadi lebih ciamik. Yang terpenting mengubah psikologi warga Bandung untuk bangga terhadap kota mereka. Pantas saja mereka enggan melepas walikotanya untuk jadi  gubernur Jakarta. 

Minggu, 14 Februari 2016

Hubungan Bahasa & Budaya



Pada prinsipnya bahasa mengatur kehidupan sosial kita. Apabila bahasa sudah digunakan sebagai sarana komunikasi maka saat itu peranan bahasa tidak akan lepas dari unsur budaya. Alasannya tentu karenaperantara bahasa, kita bisa mengetahui nilai, pengetahuan, kepercayaan, pengalaman yang dipegang oleh penuturnya.
Alam merujuk pada sesuatu yang dilahirkan dan berkembang sesuai dengan kodratnya sedangkan budaya adalah sesuatu yang telah ada dan sudah tersusun rapi. Sama seperti alam, budaya juga merupakan satu anugerah. Namun berbeda dari alam, budaya berperan dalam mengungkap unsur potensial yang ada di dalam alam tersebut. Oleh karena itu, kedua unsur ini tidak bisa dipisahkan. Kemudian untuk menjelaskan hubungan ini manusia menggunakan technology of the word yang di dalamnya terdapat unsur-unsur bahasa seperti kosakata, sintaksis dan lain-lain. Kata-kata inilah yang diadopsi oleh satu komunitas bahasa atau yang disebut dengan speech community. Untuk merespon reaksi alam, bahasa dan budaya menghasilkan socialization dan acculturationyang di dalamnya terdapat aturan dan norma yang telah disepakati masyarakat.
Orang dapat mengidentifikasi dari kelompok mana dia berasal lewat bahasa yang digunakan dalam interaksi mereka. Oleh karena itu muncullah satu komunitas bahasa dan komunitas wacana tertentu yaitu saat mereka menggunakan kode linguistik yang sama dalam berinteraksi kepada lawan bicara. Bukan hanya soal pemilihan kata secara gramatikal, semantik ataupun leksikal tetapi juga terkait topik dan bentuk pewacanaan yang dia buat. Sehingga akhirnya bisa disimpulkan mereka mempunyai budaya yang sama. 

Ada tiga lapisan dalam budaya yaitu sinkronik dan diakronik atau disebut dengan sosial kultural dan imajinasi. Melalui bahasa,imajinasi ini membentuk realitas budaya. Sebab imajinasi berperan menentukan manusia bertindak dan memutuskan sesuatu di kehidupan. Termasuk memilih dan mendefinisikan orang lain berada di luar atau di dalam komunitasnya. Selain itu, orang yang paling berpengaruh dan punya kekuatan di dalam komunitas ini dapat memutuskan nilai dan kepercayaan yang harus dimiliki oleh komunitasnya. Keputusan ini tentunya tak lepas dari kemampuan manusia untuk belajar dan mengingat kembali dari perjalanan sejarahnya serta membayangkan keadaan di masa depan. Apalagi kehidupan bermasyarakat danberbudaya, merupakan suatu yang bersifat heterogen dan berubah. Sebab di dalam kehidupan tersebut diisi oleh wacana yang sama namun dengan latar belakang anggota yang berbeda. Perbedaan ini menimbulkan dorongan agar halyang mereka perjuangkan dan percayai bisa dilegitimasi dan punya kekuatan di dalam masyarakat.
Cendikiawan Jerman, Herder dan Humbold menyimpulkan setiap orang yang berbahasanya berbeda menyebabkan cara pandang yang berbeda pula. Hasilnya mereka pun berbeda dalam menyikapi lingkungan sekitar. Kemudian pernyataan ini dilengkapi oleh hipotesis Sapir-Whorf yang mengatakan bahasa memengaruhi cara orang berpikir dan berperilaku.  Menurut Whorf hal ini dikarenakan bahasa pada dasarnya membentuk persepsi manusia dan membantu melakukan kategorisasi pengalaman mereka. Semantik merupakan salah satu unsur bahasa yang paling berperan dalam membantu manusia membentuk presepsi dan menciptakan kategori. Tetapi peran pragmatik juga tidak bisa dipinggirkan sebab pragmatik membantu manusia memahami pengalamannya lewat konteks. 

Safir & Whorf

Senin, 08 Februari 2016

Ke Bali Aku akan Kembali Part 4

Sudah memasuki hari ke-4 di Bali, lagi-lagi tetap mengincar pantai yang gak terlalu ramai di Bali. Starts kita tetap pagi tapi karna harus mengantar beberapa personel yang balik ke Padang jadi kita mulai perjalanan ke pantai Pandawa jam 12.00 WIT.

1.       Pantai Pandawa

Pantai Pandawa adalah pantai yang tebingnya dibuat sedemikian rupa untuk dipasangi patung-patung umat Hindu. Menurut gw sih rada sayang aja tebing dikikis gitu dan memang ke sana belum rapi. Pantai di sini lumayan sepi karena kita ga pergi saat weekend. Awalnya foto-foto cantik eh lama-lama nih baju basah. Jadilah tinggal manset dan leging aja haha. Di sana juga banyak orang Bali ngajak anjingnya jadi hati-hati aja klo tuh anjing lepas dari pengawasan tuannya bisa kita yang jadi dikejar. Maklum  gue takut sama anjing hahaha....

Pantai Pandawa


Ombak di sini juga besar jadi bisa main arus sambil berendem. Sayang gak ada sarana bilas yang memadai. Cuma aja sekotak WC yang bau dan ga layak. Sedih. Di sini temen gw kena dikedipin sama bule dan akhirnya kenalan hehe... Ya, Bali selalu tentang bule.  Baju basah semua gak bawa ganti akhirnya itu baju luaran dijemur di mobil pulang basah2an sampai mampir di  toko-toko beli oleh-oleh lagi. Pulang beli tolak angin aja trus bobo karena seharian basah gak ganti. Huft.

Hari kelima di Bali kita udah siap2 packing karena sorenya harus pulang lewat darat dan ini perjalanan serunya. Pagi-pagi udah mulai ujan-ujan kita mutusin gak mau jauh2 dari Denpasar karena harus balik pake bus dari Denpasar ke Gili Manuk. Jadilah kita ke...

1.       Museum Bali Denpasar

Bli Emon merekomendasikan museum Bali selepas kami beli oleh-oleh di Erlangga. Oh ya gw sih lebih suka beli oleh-oleh di Erlanga daripada di Krisna barangnya lebih beragam dan unik selain itu juga beberapa dilabeli halal kayaknya merekaconcern soal ini. Jadi kerasa lebih nyaman di Erlangga dan harganya juga sama dengan Krisna. Balik lagi kenapa si Bli rekomendasi musem ini karena banyak arsitektur yang pas banget buat foto-foto. Mulai dari pintu masuk sampai nanti kita naik ke puncaknya untuk melihat view kota Denpasar. 
Museum Bali

Sebenarnya di museum ini taman dan arsitekturnya bagus tapi isinya diorama dan foto2 sejarah Bali doang. Jadi wajar klo sepi karena kurang menarik dan interaktif padahal koleksi fotonya lumayan lah. Di sini juga banyak dijadikan tempat foto prewed jadi dimana di pojokan ada aja calon pengantin yang lagi foto.



Diiringi hujan rintik-rintik kita coba kuliner yang beda, selain ayam betutu (gw makan ayam betutu beberapa kali sampai mabok). Gw paling suka ayam betutu di depan danau batur penjualnya orang Islam dan bumbunya terasa benar. Kali ini kita cobain rujak bali rujak cuka sama minumannya yang  gw lupa namanya apa. Banyak sih rujak yang jenisnya aneh-aneh. Waktu di Aceh gw nemu rujak yang irisan kacangnya besar dan rada asam ternyata pakai jeruk nipis. Klo ini makin asem karena pake cuka, ga berani banyak-banyak takut di jalan mencret.

Rujak Bali

2.       Bus Gili manuk

Menjelang sore, kita beli perbekalan makan untuk siap-siap di bus dan kapal. Kira-kira kita naek bus itu siang sekitar jam 3, kapal berangkat jam 8 sore. Tapi lama banget ngetemnya booook! Akhirnya kita enggak menikmati view-nya karena keburu malem. Tapi ya super banget tuh sopir karena jalur ke Gili Manuk itu jalannya kecil, banyak truk pinggirnya tebing. Aduh mak, banyak istigfar deh. Beberapa tempat juga amat terasa deburan ombak karena sebelahan sama pantai. Angin makin semriwing, badan dihempas kanan ke kiri bus pun makin penuh karena bus yang lewat sini terbilang jarang. Di tengah jalan, bus merapat di pinggir pura dengan sigap sopir dan kernet turun meminta doa dari tokoh agama mereka alu diperciki air dan ditempelkan beras di dahinya. oalah gak hilang sifat relijius mereka meminta selamat. 

Di mobil pun ada sesajen
Dengan bawaan overload dan sudah setengah ngantuk, akhirnya kita sampai. Masih setengah sadar kita bingung mau kemana, akhirnya harus jalan sekitar 300 m. Sesampainya di pelabuhan Gili Manuk, tenryata kapal udah mau berangkat dong. Dengan tenaga tersisa kita gotong2 muatan kita lari-lari ngejar kapal yang lumayan murah harga tiketnya gak sampai 20 ribu dengan perjalanan sekitar kurang dari satu jam. Di kapal langsung pules kecapeaan. Belum juga lama tidur, kapal sudah merapat di Ketapang. Yeeeey sampai. Waktu sudah menunjukan pukul 9 malam dan banyak bus lalu lalang ada yang ke Surabaya dan daerah Jawa Timur lainnya. Kita sudah memegang tiket ke Malang besok subuh.

3.       Ketapang

Nyari-nyari penginapan ternyata banyak musafir yang tidur di masjid. Sebenarnya gw ga setuju gw tidur di masjid karna gw butuh colokan karena semua barang elektronik gw mati. Ya tak apalah mungkin beberapa teman sudah kehabisan ongkos. Tidur di masjid lumayan deg-degan haha. sepanjang malam kita kekepin itu tas hahaha...

Pagi-pagi tanpa mandi meluncurlah ke stasiun Banyuwangi, eh di sana ternyata gw salah beli tiket karena semua atas nama gue. Maklum baru pertama naek kereta antar Jawa gini akhirnya gw kebagian bayarin dua temen gw, karena harus tanggung jawab kan. Sempet dag dig dug karena kereta menjelang berangkat dan si petugas ogah dirayu-rayu. Heeeempf.


Bersama Bli Emon

Meski secara harfiah kita bertiga nyatanya gue pisah gerbong sendiri. Perjalanan dari Banyuwangi ke Malang yang ditempuh selama 2 jam gw ga bisa tidur. Padahal badan udah lelah, di samping kanan kiri beberapa ibu2 ngobrol eh malah keikutan. Sesungguhnya di kereta ekonomi ini kita bisa melihat jelas realita sosial. Ya tepat di depan gw seorang ibu asli Malang pernah beremigrasi ke Papua suaminya berladang dan dia jadi PRT meninggalkan seluruh anak-anaknya. Sungguh suvivor sejati, setelah itu di balik di Papua dia balik ke Malang. Di Malang dia bingung kerja apa kalau enggak salah hanya buka warung kelontong saja. Tahu enggak meski disebut sebagai ibu desa tapi sungguh ibu ini tahu perkembangan tanah air dan teknologi sampai rajin buka google wooow banget kan.

4.       Malang

Sampai di Malang sudah siang dan kita harus tunggu kereta Malang-Jakarta malamnya. Luntang lantung di pinggiran satsiun Malang. Gw pun harus segera mengganti tiket yang salah beli lagi. Di malam sempat beli oleh-oleh keripik bekicot yang ternyata rasanya lezat. Malam di Malang gw harus pisah gerbong lagi, gw sendiri duduk di bangku untuk tiga orang. Malam di Malang dingin begitu menggigit tak terasa gw berbaring di bangku sembari meringkuk sendirian mirip orang habis OD. Hahaha 

Di pertengahan jalan saat matahari mulai muncul lagi gw baru sadar ternyata gw salah kursi dong. Ternyata kursi gw sesungguhnya masih di gerbong depan lagi. Malas pindah akhirnya gw luntang lantung di gerbong makan. Sambil sesembari menengok teman di gerbong belakang. Sebenarnya sepanjang perjalanan sudah banyak orang bertanya orang sekecil gw berani jalan sendirian dengan segembol tentengan. Yah.... harus hati-hati juga karena takut ada aja orang jahat. Tapi Alhamdulilah, akhirnya masinis meniup pluitnya di stasiun Jatinegara. Gw pun turun, dengan lelah yang tak tertahankan. Gw pun harus naek transjakarta lagi menuju rumah dengan tas yang sudah robek dimana-mana dan isinya mau keluar. Sampai di rumah dua hari tidak mandi, langsung mandi langsung tepar selama 12 jam hahaha... Yah begini lah traveling dengan darat capeknya super tapi dijamin pengalamannya tak kalah kaya dan menarik. So coba ya guys.