Selasa, 29 Maret 2016

Sejarah Kuno India1 - Sejarah Peradaban Indus


Kebudayaan Indus merupakan salah satu dari empat tempat kelahiran peradaban dunia. Pada tahun 2500 sebelum masehi sampai kira-kira selama 1000 tahun di daerah sekitar sungai Indus berkembang kebudayaan perunggu. Indus memiliki arti “sungai” yang berasal dari bahasa India.

Kira-kira pada tahun 2500 sebelum masehi di sekitar sungai Indus lahir kota-kota seperti Mohenjodaro dan Harappa dan berkembanglah peradaban Indus.

Tanah suci dan kota utama peradaban Indus antara lain, Mehrgarh, Harappa, Mohenjodaro, Lothal. Pada tahun 1921, arkeolog dari Inggris, John Marshall melakukan penggalian reruntuhan bekas kota Harappa yang sekarang ini merupakan daerah Pakistan timur. Dari sini peradaban Indus diketahui dunia secara luas. Satu tahun setelah itu pula di pinggiran sungai Indus, sebelah tenggara kota Harappa, dilakukan penggalian kota kuno Mohenjodaro yang memiliki luas sekitar 5 km2.

Peradaban Indus dan peradaban Mesir ataupun Mesopotamia berbeda namun terdapat beberapa kesamaan sosial masyarakat. Tidak terlihat adanya kuil megah, pemakaman ataupun istana yang mewah, begitu juga dengan fasilitas dan senjata yang digunakan dalam peninggalan masyarakat peradaban sungai Indus. Berdasarkan hal itu masyarakat Indus dikendalikan oleh kekuasaan kelas atas  namun tidak ada tanda-tanda adanya kaum bawah seperti budak. Dengan demikian diperkirakan masyarakat lembah sungai Indus merupakan masyarakat egaliter.

Ilustrasi Peradaban Indus
Mohenjodaro memiliki arti “makam orang mati”. Tempat ini dilengkapi dengan rumah dan jalan, dan memiliki pipa saluran, lumbung padi, pasar, tempat ibadah yang teratur. Selain itu di sini memiliki fasilitas pemandian umum yang besar. Bangunan di kota-kota berbentuk persegi semua. Dindingnya terbuat dari lumpur yang dibakar maka dari itu dibandingkan peradaban yang lain bangunan di sini lebih kokoh. Di Mohenjodaro terdapat beberapa pemandian umum. Pemandian yang paling besar memiliki lebar 55 m dan panjang 33 m. kebanyakan di masing-masing rumah memiliki fasilitas kamar mandi, namun pemandian umum ini dipakai untuk membersihkan diri sebelum diadakan pertemuan keagamaan. Air bekas pemandian dibuang ke sungai melalui selokan.
  
Gading adalah barang ekspor utama ke Mesopotamia, tidak hanya Mesopotamia, orang-orang Indus  pun bertransaksi dengan Cina.  Transaksi dengan negara sekitar peradaban Indus meningkat dan barang utama untuk ekspor adalah mutiara dan gading. Barang ekspor dari Mesopotamia adalah barang-barang dari kulit dan minyak zaitun, sedangkan Cina adalah batu-batu permata. Apabila ingin membeli barang dipakailah cap yang terbuat dari batu ini.

Cap yang berbentuk kotak ini dibuat di tanah liat atau batu yang mudah dipahat kemudian ditempelkan di permukaan yang halus. Biasanya pahatan berupa bentuk binatang seperti harimau, gajah, sapi dan lain-lain ataupun berupa karakter tulisan masyarakat peradaban Indus. Pahatan-pahatan layaknya seperti merek yang menunjukan identitas seseorang ataupun barang yang dibuatnya. Setelah tanah liat dipahat kemudian tanah liat tersebut ditempelkan di suatu  barang. Biasanya barang yang sudah ditempelkan itu diberi tali ataupun tempelan lain sehingga lebih bergaya 

Pada tahun 1800 sebelum masehi peradaban sungai Indus sedikit demi sedikit mengalami kehancuran. Memang terdapat beberapa pendapat karena banjir besar ataupun kekurangan pangan sehingga penduduknya berkurang. Selain itu karena orang-orang bangsa Aria pindah ke sini.

Orang-orang bangsa Aria sudah memasuki zaman besi, maka dari itu mereka dipersenjatai dari bahan besi, mereka mulai menyerang bangsa asli daerah sungai Indus, yaitu Dravida dan mulai memerintah kami. Bangsa Aria adalah suku pengembara yang tinggal di daerah laut Kaspia dan selatan Rusia dan pada 1500 sebelum masehi mereka kembali pindah ke bagian utara India, daerah Punjabi.  Bangsa Aria yang menduduki daerah sungai Indus kembali merasakan kekurangan sehingga mereka pun pindah ke daerah sungai Gangga.

Untuk menghindari mereka pindah ke sungai Gangga, kami bangsa Dravida tidak ada jalan lain selain melakukan penolakan terhadap bangsa Aria. Bangsa Dravida adalah suku bangsa yang tinggal di India sejak zaman prasejarah, sekarang sebanyak 30 persen orang India merupakan dari bangsa Dravida. Akan tetapi untuk mencegah kami melakukan penolakan, bangsa Aria pun membuat sistem Varna dan agama Brahman. Sistem Varna  biasanya disebut sebagai sistem kasta. Disebut kasta karena berasal dari bangsa Portugis yang melihat perbedaan kasta yang sangat tegas pada masyarakat India. Dibuat pada abad 4 sebelum masehi.

Kata“kasta” berasal dari bahasa Portugal yang berarti “kelas” dan dalam bahasa India “Varna” berarti “kelas”. Pada mulanya kelas dibagi berdasarkan etnik atau yang disebut dengan pembagian ‘varna’ yang juga berdasarkan dari warna kulit. Namun semakin lama terjadi banyak percampuran ras sehingga sulit untuk membaginya berdasarkan ras sejak itulah kelas dibagi berdasarkan pekerjaannya. Pernikahan hanya dapat terjadi dalam satu kasta dan anak-anak mereka mewariskan kasta yang sama, selanjutnya juga muncul kasta yang lebih rendah dari kasta sudra yaitu mereka yang disebut dengan ‘orang-orang tak tersentuh’ yang merupakan rakyat jelata dari kasta rendah yang tidak boleh disentuh oleh kasta yang lain. Bangsa Aria menciptakan agama Brahman dengan kitab suci Weda yang berisi kumpulan lagu dan puisi yang bercerita tentang dewa-dewa dari bangsa Aria. Diperkirakan dibuat pada tahun 1500 – 1200 sebelum masehi. Kitab weda terdiri dari 4 kitab, yaitu Rig-weda, Yajur-weda, Sama-weda, dan Atharwaweda. Pada awalnya kitab Weda hanya boleh disampaikan dari mulut ke mulut karena berisikan pesan-pesan dewa sehingga tidak boleh ditulis. Kitab Weda yang tertua adalah Rig-weda yang dituliskan pada kira-kira tahun 1000 sebelum Masehi. Weda berasal dari bahasa India kuno yang berarti “mengetahui”.
Gambaran Kasta India

Di India sapi merupakan hewan yang sangat dihormati, maka dari itu kita harus hati-hati!Bahkan di dalam Weda pun disebutkan bahwa sapi merupakan hewan yang sangat penting. Tidak hanya menghasilkan susu, sapi juga membantu pekerjaan manusia yang sulit.Kotorannya dapat menjadi bahan bakar dan bahan untuk bangunan. Dahulu karena sapi pula dapat terjadi peperangan, karena itu kami menganggap sapi harus dilindungi.

Sumber : WHY? ANCIENT CIVILIZATION OF CINA AND INDIA
Penulis : Eom Ho Yeon
Ilustrasi : Be Gwan Seon
Editor : Jo Han Uk ( pengajar dan Professor sejarah di Korean National University of Education)

Touching story : American Learns Salat

Eveyone converted to Islam will eventually need to learn salat. Sometimes they will find unforgettable experiences during the process. That also what happened to Gary Matthew from USA. He told that he had memorable experiences when he was doing salat for the first time.

Gary and his wife


Gary did first salat at a mosque in Georgia. He also has knew there is moslem community that comes from Africa. At first, they stared Gary unfriendly and distrustful at first because Gary did not looks like a moslem. He didnt wear any rimless cap or grew his beard.

"People stared me deeply. My mentor said was ok. Maybe they tought that I came from government to investigate them."

In mosque, Gary was trying to perform Zuhur pray. "I knew they're still staring at me. But when I looked back to them, they pretended to not see me. Once again my mentor said it is ok. Just do what do you want to do,"

When he started to pray,  everybody gave attention to Gary, when he was doing salat. After that, all become so touching.

"I remembered all. After salat, they hailed me while saying welcome brother. I can't believe that and almost cried."

Finally, they have good relationship. They call Gary as undercover brother because he doesn't look like Moslem.

"They never ask me to grow my beard or change my name. Becoming of moslem, it doesn't change you but change something in your heart"

Gary said " With this look, I can talk jewish, christian easily. They dont believe in me that I am a Moslem"


Senin, 28 Maret 2016

Perjalanan Belitung 2 – Seribu Warna Pelangi


Kami bangun pagi-pagi untuk lanjut wisata di bumi laskar pelangi. Hari ini jadwalnya full nge-pantai. Beberapa pulau akan kita kunjungi dan semuanya indah-indah dengan pasir putih dan air jernihnya bikin mata berkilau karena terpukau.


Temen-temen gue udah siap-siap pake sun block sebanyak-banyaknya klo gw sekedarnya aja. Gue pikir sekali-sekali kulit gue menyerap nikmat matahari pantai sebanyak-banyaknya hahaha meski abis dari situ kulit item hahha…. Maklum gue tipe orang yang ga suka hal-hal yang ribet.

Pantai Tanjung Tinggi

Pertama kita singgah sebentar di pantai, di pantai ini kita nunggu seorang yang nyusul dari Jakarta. Jadi sembari nunggu kita foto-foto meski panas tapi gak apalah masih pagi. Laut di Belitung kebanyakan tenang banget dan hampir enggak ada angin. Setenang kota ini kalau udah jam 8 mlm aja udah sepi dan sepanjang jalan enggak terlalu rame karena jarak antar rumah jauh-jauh dan masih jarang yang rumah yang bertembok. Biasa, ketidakmerataan pembangunan. Masih aja ya zaman begini.

Pantai Tanjung Tinggi

Gue sempet tanya soal kinerja Ahok di Belitung Timur kebanyakan dari orang Belitung bilang bahwa Ahok sama adiknya biasa aja kinerjanya, enggak ada marah-marah gitu, tapi relatif aman lah. Tapi mereka bingung kenapa Ahok di Jakarta terkenal banget ya hahahha…mereka justru amat berterima kasih dengan Andrea Hirata. Sebelumnya gue udah bilang ini orang bener-bener ngubah tatanan sosial dan rasa kebanggaan orang-orang Belitung melalui karyanya. Salut!

Oke balik lagi cerita pantai, dari pantai Tanjung Tinggi kita langsung ke Pulau Lengkuas tapi sebelumnya kita mampir ke pantai Tanjung Kelayang tapi cuma sebentar aja sih. Nah ini primadonanya Pulau Lengkuas.

Pulau Lengkuas

Pulau lengkuas adalah pulang yang paling nyentrik dengan mercusuar yang menjulang tinggi peninggalan Belanda. Kita sih lansung tancep gas naek-naek ke batu-batu tinggi di sana. Meski panas kita semangat mengeksplor di laut lengkuas yang jernih dari atas batu-batu ini. Batunya tinggi dan super seru naik-naik ke atas meski pakai dress-dress imut-imut. So jadi terpaksa deh dressnya diiket dulu. Hahaha…

Pulau Lengkuas
Udah hampir gosong di atas batu baru deh kita ke mercusuar yang terdiri dari 17 tingkat. Uniknya sebelum masuk pengunjung harus cuci kaki lebih dulu, nyelupin kaki di bak yang berisi air. Lumayan deh juga naiknya tapi semakin ke atas kita bisa makin ngeliat pulau dari ketinggian lewat jendela-jendelanya.

Pas nyampe atas…wuzzz keren banget. Laut yang hijau toska berpadu pasir putih ditambah bebatuan unik dan perahu di sekitarnya. Sumpahhh! Kayak lukisan banget. Lagi begini eh batere kamera gue abis. Kita juga harus antre untuk dapet spot bagus foto-foto di sini. Untung ada yang masih punya kamera jadi tetep bisa eksis. Di atas juga ga boleh lama-lama karena banyak yang antre karena di atas ini orangnya gak boleh banyak-banyak.


Pulau Pasir

Setelah puas berpanas-panas ria di pulau Lengkuas yang begitu memesona kita berlayar ke pulau pasir. 
Pulau pasir ini cuam seupil alias kalau laut lagi pasang enggak keliatan tuh pulau. Di sini banyak bintang laut tapi kebanyakan udah mati karena dipaksa diambil dari laut dan gak dibalikin lagi. Lagi-lagi Cuma buat kepentingan foto. Ya sayang banget ya. Kalian boleh selfi-selfi tapi jangan ngerusak dan ngebahayain mahluk di sana yak. Sedih deh.


Gak jauh dari spot pulau pasir kita snorkeling, ikan-ikannya enggak terlalu banyak dan gak seindah di pantai Bira menurut gue. Wajar mungkin karena udah banyak orang yang ke sini.

Pulau Penyu

Dari  pulau pasir kita menuju ke pulau penyu, kita harus masuk dulu ke dalam hutan baru bisa ketemu penangkaran penyu. Tapi penyunya yang ada masih gede-gede gak ada penyu kecilnya. Lagi-lagi gue gak suka kelakuan wisatawan yang ngangkat-ngangkat penyu seenaknya buat foto . gergrgrgr …oh ya hampir di setiap pantai susah banget nemu toilet dan musola jadi kadang kesusahan deh mau pipis sama solat.  Pulangnya makan pop mie karena kelaperan, untuk harganya enggak berkali-kali lipat alias mahal dikit.

Dari pulau penyu kita ngebut ngejar sunset di Pantai Tanjung Tinggi. Eh udah lari-larian ngejar si matahari pengen foto epic eh ada aja yang mau ngikut foto. Udah tau mau foto sendiri. Kezeeel. Padahal sunsetnya cantik banget dan harus naik naik ke atas batu. Sumpah ya tuh orang langsung bikin bête, gara-gara dia badmood semaleman gue. Untung tuh orang langsung diberi pelajaran hapenya kecelup jadi enggak bisa selfi2 seenak jidatnya lagi. :p


Jadi ingat ya teman-teman kalau selfi jangan ngerusak, ngerusak mood orang, ngerusak alam, ngerusak habitat di sana!

Sabtu, 26 Maret 2016

Desa Adat Sangeh-Pelestarian Alam Dibalut Kepercayaan

Hutan Sangeh, Bali merupakan salah satu hutan wisata yang patut dicontoh pengelolaannya. Pengelolaan dan pelestarian yang melibatkan masyarakat ini, mampu membuat hutan ini terjaga hingga berabad-abad lamanya. Hutan Sangeh adalah hutan yang pengelolaannya dipegang oleh Desa Adat Sangeh. Sebagaimana Desa Adat lainnya, terbentuknya Desa Adat Sangeh bertujuan untuk  menangani urusan manusia dengan Tuhan atau para Dewa.  Di dalam Desa Adat dipimpin oleh Klihan Adat atau Bendesa Adat dengan beberapa pembantunya. Para pembantu Klihan disebut dengan Prajuru Desa Adat. Selain itu ada juga sebutan Krama Desa Adat untuk warga yang telah berumah tangga. Dalam Desa Adat dibagi lagi menjadi Banjar Adat atau satuan komunitas kecil yang dikepalai oleh Klihan Banjar Adat.
Wisata Desa Sangeh

Di dalam desa ini terdapat cagar alam hutan Sangeh yang telah dijaga sejak zaman Belanda pada abad XVII. Hutan seluas 9,8 hektar ini ditinggali beraneka satwa, dengan satwa dominan adalah kera. Sejalan tranformasi Bali menjadi kota wisata maka masyarakat turut menjadikan cagar alam ini menjadi salah satu objek wisata di Bali. Tidak seperti tempat wisata lain, meski dijadikan obejek wisata, hutan ini telah dianggap keramat sejak dahulu kala. Mereka percaya hutan ini adalah hutan tempat tinggal dewa, apalagi di dalamnya terdapat empat pura, yaitu Pura Bukit Sari, Pura Melanting, Pura Tirtha dan Pura Anyar. Mereka juga percaya jika mereka mengganggu dan merusak hutan ini, mereka akan dihukum dewa meski akibatnya tidak dirasakan secara langsung. Masyarakat Desa Adat Sangeh juga percaya tumbuhan pale yang tumbuh di sana adalah pohon suci. Sebab kayu pale adalah kayu khusus untuk memperbaiki pura milik Desa Adat Ssngeh. Bau harum pada kayu ini menjadi simbolik kesuciannya yang keharumannya juga ada pada pohon cendana, majegan, suren, menengan. Oleh karena itu, pemanfaat kayu ini sangat dibatasi mereka tidak dibenarkan menebang pohon tersebut.  Jika mereka menginginkan kayu tersebut mereka akan melakukan upacara ritual Nunas agar dewa berkehendak memberikan kayu pale. Jika dewa setuju, maka kemudian akan ada pohon tumbang. Kepercayaan seperti ini mencegah masyarakat memakai kayu ini secara sembarang untuk pura pribadi mereka atau rumah mereka sendiri. 

Hutan di Desa Sangeh

Selain pohon pale, warga juga diberi kesempatan untuk memanfaatkan hasil lain dari pohon pale yaitu buah pale dan kulit pale. Kedua sama-sama digunakan untuk ritual keagamaan. Namun lagi-lagi masyarakat tidak boleh sengaja memetik dan menguliti buah dan kulit pale bahkan memotong ranting, mereka hanya boleh memungut dan mengambil buah, kulit dan ranting yang jatuh ke tanah. Sama halnya dengan pohon pale, hal ini dilakukan agar dewa tidak marah. Para pengguna buah, kulit dan ranting ini hanya diperuntukan kepada masyarakat pengikut dewa yang bersemayam di hutan Sangeh yaitu masyarakat Desa Adat Sangeh. Selain tumbuhan pale, kera yang mendiami hutan tersebut juga dianggap sama sakralnya. Kera atau yang disebut dengan bojog duwe (kera milik dewa) ini sering kali mengganggu tanaman warga namun tak banyak yang dilakukan warga. Mereka tidak pernah menyakiti atau membunuh kera-kera tersebut karena takut mendapat sanksi dari dewa. Hal ini dikuatkan dengan cerita gaib yang menyebut siapa pun yang menyakiti kera hutan Sangeh akan mendapat malapetaka. Untuk menanggulangi dimakannya padi-padi milik petani, upaya maksimal yang mereka lakukan adalah hanya menjaga sawahnya dari pagi sampai sore. 
Monyet di Desa Sangeh
Selain kepercayaan, beberapa aturan pemerintah dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) juga ikut berperan dalam menjaga kelestarian hutan wisata Sangeh. Apalagi sejak pemerintah Hindia Belanda menetapkan hutan ini sebagai cagar wisata kemudian status ini terus dipertahankan pemerintah Indonesia. Salah satu contoh peraturan yang dikeluarkan BKSDA adalah larangan mengambil ranting pohon pale yang jatuh ke tanah. Ini dilakukan agar proses alami untuk kesuburan pohon pale bisa tercapai. Masyarakat Sangeh dapat menerima aturan ini karena mereka tidak melulu tergantung sepenuhnya dengan hutan wisata Sangeh. Apalagi ketika mereka sadar peraturan tersebut untuk menjaga kelestarian hutan Sangeh. Selain itu, mereka juga memandang hutan tersebut penting dalam memasok air bagi Subak Sangeh. Sebagai objek wisata, hutan wisata Sangeh digolongkan ke dalam objek wisata sedang dengan jumlah pengunjung lebih dari 100.000 orang per tahun. Dijadikannya tempat ini menjadi objek wisata membuat masyarakat Desa Adat Sangeh harus terjun langsung mengelola hutan mereka. Masalah ini berada di luar peranan Desa Adat Sangeh maka mereka menambah orang baru untuk masuk ke dalam Seksi Pengelola Objek Wisata. Mereka yang bertanggung jawab terhadap Parjuru Adat mempunyai tugas menyediakan dan membangun fasilitas objek wisata, mengatur dan membagi lokasi kios, menerima dan menjaga keamanan tamu, mengelola keuangan, dan menjaga kelestarian Hutan Wisata Sangeh. Pemanfaatan dan pengelolaan hutan ini sepenuhnya untuk kesejahteraan warga Desa Adat Sangeh. Mereka juga banyak membuka usaha foto polaroid hingga membuka kios. Namun untuk mengatur hak tersebut mereka membentuk awig-awig(peraturan), jika melanggar mereka dikenakan teguran, denda sampai pemberhentian.  

Keterlibatan warga Desa Adat ikut membuat pendapatan desa mereka bertambah. Uang hasil wisata ini kebanyak mereka pakai untuk memperbaiki pura yang rusak dan biaya penyelenggaraan ritual atau membantu warga desa yang membutuhkan. Namun pembukaan hutan ini sebagai objek wisata juga memberikan beberapa kerugian, seperti sulit mengendalikan wisatawan serta masalah sampah yang mereka hasilkan, untuk itu SPOP dikerahkan untuk melakukan pengawasan. Selain itu, masyarakat desa diinstruksikan untuk membersihkan hutan secara berkala. Tak ketinggalan pemberian pakan secara teratur terhadap kera yang menjadi daya tarik wisatawan serta memperhatikan faktor keamanan untuk pura yang berada di hutan atau kios-kios di sekelilingnya. 

Di tahun 1973, BKSDA mencoba mengambil alih hutan wisata Sangeh, dengan dasar hukum, hutan tesebut adalah cagar alam yang secara yuridis milik negara. Tentunya hal tersebut ditentang masyarakat Desa Adat Sangeh dengan alasan mereka bisa kehilangan pendapatan dan juga mereka tidak rela pura-pura di dalam hutan dikelola oleh orang luar. Terjadi beberapa gesekan ketika BKSDA mengirimkan petugasnya tanpa izin ke hutan tersebut. Akhirnya pihak Desa Adat melaporkan hal tersebut ke gubernur Bali agar hutan ini tidak berpindah tangan. Gubernur kemudian memutuskan pengelolaan tetap berada di Desa Adat Sangeh sedangkan BKSDA menangani pengawasan hutan ini secara teknis. Gubernur memandang Desa Adat Sangeh telah mampu menjaga kelestarian hutan tersebut. Keputusan gubernur ini akhirnya diperkuat dengan keputusan menteri kehutanan yang mengubah status cagar alam menjadi hutan wisata.  

Komentar 
Hutan wisata Sangeh mungkin bisa dijadikan contoh bagi pengelolaan dan pemeliharaan hutan lainnya. Namun kesadaran untuk memelihara hutan Sangeh berasal dari kepercayaan yang dimiliki Desa Adat Sangeh. Kepercayaan terhadap dewa yang menghuni hutan tidak dipegang oleh budaya lainnya di luar Desa Adat Sangeh, Jika sudah begitu satu-satunya jalan bergantung dari usaha pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Terlebih lagi hutan merupakan sumber materi yang amat menggiurkan maka tanpa kepercayaan, masyarakat hedonis dan materialistis bisa saja mengeksplorasi hutan secara besar-besaran. Lalu pertanyaannya kini bagaimana menanamkan kepercayaan terhadap hutan? Mungkin yang bisa dipelajari dari Desa Adat Sangeh adalah membuat warga sekitar hutan merasa memiliki hutan, bahkan tanpa adanya kepercayaan mistis. Itu bisa dilakukan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan kehutanan dan tentunya, lagi-lagi peran Kementerian Kehutannya menjadi amat penting. 

Apalagi kontribusi iniharus disertai dengan penyejahteraan masyarakat sekitar hutan. Sehingga kemungkinan untuk mengelola hutan secara sembarangan bisa dihindari. Sebab mereka tidak menginginkan hutan yang merupakan sumber pendapatan dan kesejahteraan mereka hilang. Permasalahan yang sama mungkin bisa ditemui ketika hutan tersebut dijadikan cagar alam atau hutan wisata. Wisatawan yang datang dari kebudayaan dan latar belakang berbeda amat mungkin merusak hutan. Jika tanpa kepercayaan dan mengutamakan faktor kesadaran manusia, hal ini memang akan terasa lebih sulit. Apalagi kebanyakan orang lebih suka mengambil untungnya tetapi enggan merasakan ‘pahit’nya menjaga hutan. Untuk itu aturan tegas dari pemerintah menjadi perlu. Peraturan ini tidak hanya ditujukan bagi para wisatawan juga untuk masyarakat sekitar. 

Jumat, 25 Maret 2016

Sekilas tentang China II - Negara pecinta warna merah




Beijing 

adalah ibukota China yang dalam arti harfiah berarti ‘ibukota bagian utara’. Sudah ditetapkan sebagi ibu kota sejak zaman dinasti Yuan. Setelah dinasti Yuan jatuh dinasti Ming memindahkan ibu kota ke Nanjing hingga akhirnya kembali lagi ke Beijing. Setelah itu, hingga akhir masa pemerintahan dinasti Qing Beijing terus dijadikan sebagai ibu kota. Olimpiade Beijing pun diselenggarakan di sini. Melihat posisinya Beijing tampaknya akan menjadi kota yang besar

Suasana di Kota Beijing

 Bandara internasional Beijing

Bandara ini dikenal sebagai bandara paling besar di dunia yang disertai dengan peralatan canggih. Peran bandara ini sangat penting seperti jantung dunia, pada tahun 2004 bandara ini telah mengalahkan bandara internasional Haneda jepang sebagai bandara terbesar di dunia. Kemudian pada tahun 2008 altet-altet olimpiade di seluruh dunia masuk melalui bandara ini ketika berlangsungnya olimpiade Beijing.
Bandara Beijing

Jalan Wangfujing 

Merupakan jalan teramai di China. Tempat yang dipenuhi dengan toko-toko barang antik, hotel dan lain-lain ini sangat terkenal di kalangan wisatawan lokal ataupun mancanegara. Jalan ini juga dipenuhi dengan toko-toko yang menjual makanan yang tak kita lihat di negara kita seperti kalajengking, sate jangkrik dan lain-lain. Jalan ini memang ditujukan sebagai tempat berkumpulnya para wisatawan.

Jalan di Wangfujing


China penyuka warna merah
 
Orang-orang China banyak menggunakan barang-barang berwarna merah seperti baju, mobil dan sebagainya. Kenapa orang China sangat menyukai warna merah? Kesukaan terhadap warna merah  itu mungkin dimulai dari kisah peradaban sungai Hwangho yang mencintai tanah liat merah serta menganggap pentingnya. Sekarang pun orang-orang china percaya bahwa warna merah mendatangkan keberuntungan dan dapat melindungi tubuh. Saat upacara perkawinan atau hari-hari besar juga diberikan angpau yang dimasukan ke dalam amplop merah


Sumber : World Culture China - Kim Soo Jung & Kang Yoon Ok